Jumat, 22 April 2022

Ketika Semut Mengajarkan Kebaikan, Hikmah Apa yang Kita Dapatkan?



(Ustadz Rahmadi saat menyampaikan materi pembuka pada Kabuma di Live Youtube Nurul ‘Ashri)

Menyebarkan kebaikan merupakan amal berkelanjutan yang dilakukan oleh Masjid Nurul ‘Ashri. Bulan puasa kali ini, Masjid Nurul ‘Ashri secara kontinu menggelar kajian rutin bernama Kabuma, yaitu Kajian Buka Bersama. Pada 12 April 2022, Kabuma diisi ceramah penuh makna oleh Ustadz Rahmadi Wibowo, Lc. Pembahasan pada Kabuma tersebut adalah mengenai semut, salah satu hewan yang disebut di dalam Al-Qur’ran, bahwa ternyata begitu banyak hikmah yang bisa kita pelajari dari binatang tersebut.

Al-Qur’an adalah mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada umat Islam, dimana terkandung di dalamnya petunjuk dan pedoman hidup yang dapat mengantarkan kita pada kehidupan akhirat yang penuh rahmat-Nya. Sebagai makhluk hidup yang diberi akal, menyelami makna-makna Al-Qur’an adalah bentuk rasa syukur kita terhadap pemberian-Nya. Banyak kisah-kisah umat terdahulu yang bisa kita ambil pelajarannya, hingga hikmah-hikmah lain yang bisa membuat kita menjadi hamba Allah SWT yang lebih baik lagi.

Setiap surat dan ayat dalam Al-Qur’an ialah penuh makna, bahkan beberapa diantaranya memang dikhususkan untuk mengisahkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya, salah satunya yaitu QS.An-Naml. Secara bahasa, An-Naml diartikan sebagai semut. Ustad Rahmadi membahas tiga ayat dalam Surat An-Naml yang terkhusus menceritakan kisah tentang semut, binatang yang menjadi umat dari Nabi Sulaiman, yaitu pada ayat 17, 18, dan 19.

Dalam QS.An-Naml ayat 17 yang berbunyi:

وَالطَّيْرِ وَالْاِنْسِ الْجِنِّ مِنَ جُنُوْدُهٗ لِسُلَيْمٰنَ وَحُشِرَ

يُوْزَعُوْنَ فَهُمْ

Artinya: “Dan untuk Sulaiman dikumpulkan bala tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka berbaris dengan tertib.”

Ustadz Rahmadi menjabarkan ayat ini mencoba menjelaskan bahwa umat dari Nabi Sulaiman bukan hanya berasal dari kalangan manusia saja, melainkan juga beberapa makhluk ciptaan Allah SWT lain, bahkan hingga makhluk yang berbeda alam. Tidak mengherankan apabila semut pun turut menjadi salah satu umat Nabi Sulaiman.

Kemudian pada QS. An-Naml ayat 18:

النَّمْلُ يّٰٓاَيُّهَا نَمْلَةٌ قَالَتْ النَّمْلِۙ وَادِ عَلٰى اَتَوْا اِذَآحَتّٰىٓ

وَهُمْ وَجُنُوْدُهٗۙ سُلَيْمٰنُ يَحْطِمَنَّكُمْ لَا مَسٰكِنَكُمْۚ ادْخُلُوْا

 يَشْعُرُوْنَ لَا

Artinya: “Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”

Ayat 18 ini menjelaskan suatu peristiwa ketika Nabi Sulaiman bersama rombongannya sedang melakukan perjalanan, hingga ketika tiba di sebuah sarang semut, ia mendengar salah satu semut berseru pada kawanannya agar menghindar dan masuk ke sarang agar mereka tidak terinjak, karena bisa saja rombongan Nabi Sulaiman tidak mengetahui keberadaan semut-semut itu disana.

“Kalo kita tahu disitu ada bahaya, kamu harus memberitahu juga disitu ada bahaya kepada orang lain,” ungkap Ustadz Rahmadi.

Agama Islam adalah agama dakwah, yakni agama yang tidak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk memberikan kebaikan kepada sesama. Kisah semut yang diceritakan pada QS. An-Naml ayat 18 tersebut menunjukkan bahwa ketika satu semut mengetahui bahwa akan ada bahaya yang mengancam, ia dengan segera memberitahukan hal tersebut kepada kawanannya agar semua semut bisa selamat dari injakkan manusia-manusia yang tidak sengaja melintas melewati sarangnya.

“Cabang iman, salah satunya menyingkirkan sesuatu yang berbahaya di jalan, supaya orang lain tidak celaka. Jika sesuatu tersebut tidak bisa dipindahkan, maka setidaknya beritahukan kepada yang lain,” tambahnya.

Semut berpikir apabila mereka terinjak pun, pastilah itu terjadi karena sebuah ketidaksengajaan dan ketidaktahuan rombongan Nabi Sulaiman sebab tubuh semut yang kecil. Ustadz Rahmadi menjelaskan pada bagian ini menunjukkan bahwa semut mengajarkan untuk senantiasa berprasangka baik/positif/husnudzon terhadap sesama.

Lalu, pada QS. An-Naml ayat 19:

رَاَشْكُ اَنْ اَوْزِعْنِيْٓ رَبِّ وَقَالَ قَوْلِهَا مِّنْ ضَاحِكًا فَتَبَسَّمَ

 اَعْمَلَ وَاَنْ وَالِدَيَّ وَعَلٰى عَلَيَّ اَنْعَمْتَ الَّتِيْٓ نِعْمَتَك

 عِبَادِكَ فِيْ بِرَحْمَتِكَ وَاَدْخِلْنِيْ تَرْضٰىهُ صَالِحًا

الصّٰلِحِيْنَ

Artinya: “Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”

Dari beberapa tafsir yang menjelaskan kandungan dari QS. An-Naml ayat 19, ketika Nabi Sulaiman mendengar perkataan semut tersebut, ia berdoa kepada Allah SWT dengan mengucapkan rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan-Nya (memahami bahasa hewan) dan meminta kepada-Nya agar diberikan kebahagiaan yang abadi di akhirat nanti. Ini adalah hal yang patut dicontoh dari sikap Nabi Sulaiman, yakni berdoa dan bersyukur setiap mendapatkan nikmat Allah SWT dan tidak bersikap mengingkari nikmat-Nya.

(Potret Ustadz Rahmadi saat menjelaskan kandungan dari QS. An-Naml mengenai kebaikan semut)

Melalui QS. An-Naml ini kita bisa belajar beberapa hal dari hewan sekecil semut, diantaranya senantiasa menyebarkan kebaikan kepada sesama, tidak mudah suudzon atau berburuk sangka atas sikap atau perilaku orang lain, dan meniru sikap Nabi Sulaiman yang senantiasa bersyukur atas segala nikmat-Nya. Hal-hal seperti inilah yang perlu kita terapkan dalam kehidupan kita.

Pada dasarnya Al-Qur’an selalu bisa dijadikan sebagai ibrah bagi mereka yang mau membaca dan mempelajarinya, kita bisa mendapatkan banyak pelajaran dari kisah-kisah yang tertulis dalam Al-Qur’an, salah satunya kisah semut dalam QS. An-Naml ini. Untuk menyadarkan diri kita agar senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Semoga Allah SWT selalu membimbing kita untuk mau dan bisa memahami, serta mengamalkan hikmah dari Al-Qur’an.

Aamiin.


Artikel ditulis oleh Ayuni Rizkiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Program Rutin yang dilakukan di Masjid Nurul Huda Kecamatan Nglipar

Masjid Nurul Huda dibangun sejak tahun 1955 dengan luas tanah 221 m2, beralamatkan di dusun Nglipar Lor, Desa Nglipar, Kecamatan Gunungkidul...