Senin, 04 April 2022

Mengeksplorasi Kemegahan Arsitektur Masjid Suciati Saliman Yogyakarta

(Kemegahan masjid suciati nampak dari depan)

Masjid Suciati Saliman, bukan hanya megah dan mewah semata tetapi banyak filosofi dan nilai seni yang terkandung dalam Masjid yang beralamat di jl. Gito Gati no. 100, Grojogan, Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta. Seperti namanya, masjid ini dibangun oleh seorang perempuan pengusaha dunia-akhirat bernama Suciati Saliman. Dengan kekuatan do’a dan usaha beliau bisa mewujudkan mimpinya yang tergambar dari semasa sekolah menengah pertama, berawal dari kekaguman beliau seusai menunaikan ibadah umrah.

“Urip iku irip, saya bercita-cita hidup saya bisa sebanyak-banyaknya memberi manfaat pada orang lain. Berdoa, berusaha dan yakin. Rejeki sudah diatur dan tidak pernah tertukar” –kalimat yang sering dilontarkan oleh Ibu Suciati Salimah.

Masjid ini dibangun dengan nuansa khas Timur Tengah, eksteriornya yang mewah terlihat begitu eye catching bagi siapapun yang melihat dan berkunjung ke masjid ini. Dengan menggunakan material kontruksi berlapis marmer, dan memadukan uliran umas disetiap sudut pintu masjid membuat masjid ini terlihat semakin mirip dengan Masjid Nabawi. Meski demikian arsitektur dari masjid ini bernuansa khas Timur Tengah, namun tidak membuat nilai dan kesan ke-Jawa-annya hilang. Memadukan dua budaya yang berbeda antara budaya Timur Tengah dengan budaya lokal, berikut beberapa hal yang membuat masjid ini terlihat unik dilihat dari segi eksteriornya:

a.    Atap masjid yang digunakan meskipun sama-sama berwarna hijau, tetapi tidak berbentuk seperti kubah Masjid Nabawi, melainkan berbentuk limasan bertingkat tiga. Hal ini diyakini agar tetap menimbulkan kesan sebagai bentuk pemeliharaan usur Jawa.

b.     Masjid ini memiliki lima menara yang menyerupai bentuk menara yang berada di Masjid Nabawi, kelima menara ini memberikan filosofi pada jumlah sholat fardhu’ yang dilakukan dalam satu hari, yakni lima waktu.

c.     Bentuk masjid ini persegi dengan bagian pintu dari Masjid Suciati ini keseluruhannya menggunakan dinding berbalut marmer berwarna krem berpadu dengan hitam keabu-abuan,  ketiga sudut masjid ini memiliki jumlah sembilan pintu yang konon menggambarkan jumlah Wali Songo yang menyebarkan agama islam di Pulau Jawa. Pintu-pintu tersebut terbuat dari tembaga bermotif kulit berpadu dengan warna emas bertuliskan kaligrafi dan terdapat elemen-elemen bunga yang membuat mata menjadi terpana. 

(Pintu Masjid Suciati memiliki nilai nilai keislama dan kejawen)

Tidak kalah unik di bagian interiornya pun masjid ini memiliki keunikan, meski tidak terlalu besar tetapi tetap nuansa yang dibangun sangat megah. Diantaranya adalah:

a.    Mihrab di  Masjid Suciati ini berbentuk cekungan dengan dihiasi ornamen berwarna hitam putih seperti mihrab Masjid Nabawi. Dan mimbar yang merupakan miniatur kayu berwarna putiih tersebut bentuknya menyerupai khas Timur Tengah. 

(Masjid Suciati memiliki arsitektur khas timur tengah)

b.       Kubah Masjid Suciati berbentuk cekungan setengah bolah dengan perpaduan warna emas dan biru muda dihiasi ornament motif khas Timur Tengah, ternyata kubah tersebut memang dibuat seperti kubah Masjid Nabawi.

c.     Liwan Masjid Suciati ini merupakan ruang utama dimana para Jama’ah melaksanakan ibadah seperti sholat, dzikir, tilawah, ikhtikaf, dan sebagainya. Ruangan di masjid tersebut terbagi menjadi tiga lantai, di lantai pertama di isi khusus untuk tempat kajian, lantai kedua digunakan sebagai Liwan laki-laki, dan lantai tiga dibuat semi mezzanine untuk Liwan perempuan dengan masing-masing lantai dilengkapi dengan AC, almari dengan tetap menggunakan interior khas Timur Tengah.

Demikian beberapa keunikan yang terdapat dalam Masjid Suciati Saliman, dengan adanya perpaduan 2 gaya tersebut, Masjid ini menjadi sImbol dari sifat keterbukaan dan toleransi terhadap budaya asing namun tidak melupakan fitrahnya dalam unsur Jawa. Seperti yang disebutkan oleh pemilik masjid ini “Wong jowo ojo lali jowone”, pepatah ini memiliki arti orang Jawa jangan sampai lupa Jawa-nya. Namun, dikarenakan dorongan untuk membuat masjid ini dilakukan setelah beliau melakukan ibadah umrah, maka sebagian besar arsitektur masjid ini diadopsi dari ketertarikannya pada masjid yang berada di Timur Tengah.

(Penulis berfoto di Masjid Suciati Saliman Yogyakarta)


Artikel ditulis oleh Syadatul Ummah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Program Rutin yang dilakukan di Masjid Nurul Huda Kecamatan Nglipar

Masjid Nurul Huda dibangun sejak tahun 1955 dengan luas tanah 221 m2, beralamatkan di dusun Nglipar Lor, Desa Nglipar, Kecamatan Gunungkidul...