Sabtu, 11 Juni 2022

Kegiatan Jamaah Tabligh di Masjid Al-Muhajirin



Jamaah Tabligh merupakan sebutan bagi gerakan dakwah asal India yang diperkirakan muncul pada tahun 1970-an di Indonesia. Dikutip dari buku Koreksi Tuntas Terhadap Jamaah Tabligh, Abdul Aziz bin Rais Ar-Rais Hamud bin Abdullah bin Hamud At-Tuwaijiri (2019: 31), gerakan jamaah tabligh tersebut dikenal juga sebagai gerakan dakwah sekaligus pengorbanan.

Jama’ah Tabligh yang muncul di awal tahun 1980-an merupakan salah satu kelompok keagamaan yang berorientasi menjalankan misi dakwahnya. Kelompok ini memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri dibandingkan dengan aliran-aliran lain yang lebih dulu muncul di Indonesia. Keunikan dan kekhasan Jama’ah Tabligh terlihat pada gerakan dakwahnya yang keluar meninggalkan rumah dan keluarganya dalam waktu tertentu menuju satu perkampungan atau daerah secara berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu masjid ke masjid yang lain. Kegiatan ini disebut dengan khuruj atau keluar berjauhan dari rumah. Kekhasan lain dari Jama’ah Tabligh adalah mereka selalu memelihara jenggot dan mengenakan baju panjang, membalut kepala dengan kain serta memakai celana panjang di atas mata kaki. Oleh karena itu, keunikan ini sebagai representasi Jama’ah Tabligh yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan organisasi-organisasi dakwah Islam lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena dasar filosofinya, latarbelakang dan tujuan gerakannya, faham keagamaan dan kerangka berfikir para pendahulunya. Kelompok Jamaah Tabligh yang didirikan Maulana Muhammad Ilyas ini memiliki prinsip sebagai falsafahnya, untuk selalu taat dan patuh kepada segala perintah Allah SWT yang mesti dilakukan dan sebaliknya menghindari segala larangannya, dengan merujukkan semua amalannya kepada sikap dan perilaku Rasulullah saw.

Pemikiran ini didasarkan pada alasan bahwa dengan cara demikian Islam bisa terjaga secara baik dalam diri setiap Muslim. Sebaliknya, dengan tanpa meniru sikap dan perilaku Nabi, Islam akan hancur dan musnah ditelan waktu. Gagasan ini tampaknya sesuai dengan hadis Nabi yang menyebutkan bahwa suatu saat nanti Islam tidak akan tinggal kecuali hanya simbol-simbolnya saja. Pemikiran utama beliau lainnya, sebagai bentuk kecintaan dan ketaatannya terhadap Rasul ialah hidup zuhud, suka berkhalwat, dan berdzikir. Sebagaimana disinggung di awal, hal ini mengarah kearah kesufian. Menanggapi hal tersebut, ditegaskan oleh Ghulam Mustafa Hasan, corak sufi ini sama sekali tidak dicampur adukkan dengan usaha dakwahnya. Bagi Muhammad Ilyas usaha dakwah yang terbina dalam Jama'ah Tabligh bukan ditujukan untuk membentuk suatu kelompok tertentu, apalagi tarekat tertentu, melainkan suatu wadah dan cara yang universal dan komprehensif guna menghimpun umat Islam dalam suatu ikatan yang kokoh. Bila sudah terjalin ikatan tersebut, maka Islam menjadi tidak tertandingi, dan secara mudah bisa membina umatnya menuju kepada hidup yang lebih diridhai Nya. Maka dari itu, sebenarnya Jama'ah Tabligh mampu menampung serta menghimpun seluruh kekuatan Islam yang terkotak-kotak dalam kelompok-kelompok tertentuDi samping itu, kelompok ini juga memandang perlunya kembali kepada ajaran serta tuntutan Rasulullah Muhammad secara utuh dan apa adanya (salaf), di samping juga karena melihat kelemahan-kelemahan yang terjadi pada masyarakat muslim dalam melakukan dakwah.

Di Masjid Al-Muhajirin sendiri beberapa anggotanya simpatisan dengan adanya Jamaah Tabligh yang menginjaki masjid tersebut, pasalnya ada beberapa warga perumahan pamungkas yang terdaftar sebagai Jamaah Tabligh. Untuk itu para warga dan jamaah perumahan pamungkas sangat welcome dengan adanya jamaah tersebut.

Ditulis Oleh Muhammad Ilyas 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Program Rutin yang dilakukan di Masjid Nurul Huda Kecamatan Nglipar

Masjid Nurul Huda dibangun sejak tahun 1955 dengan luas tanah 221 m2, beralamatkan di dusun Nglipar Lor, Desa Nglipar, Kecamatan Gunungkidul...