Menyebarkan kebaikan
merupakan amal berkelanjutan yang dilakukan oleh Masjid Nurul ‘Ashri. Bulan
puasa kali ini, Masjid Nurul ‘Ashri secara kontinu menggelar kajian rutin
bernama Kabuma, yaitu Kajian Buka Bersama. Pada 12 April 2022, Kabuma diisi
ceramah penuh makna oleh Ustadz Rahmadi Wibowo, Lc. Pembahasan pada Kabuma
tersebut adalah mengenai semut, salah satu hewan yang disebut di dalam
Al-Qur’ran, bahwa ternyata begitu banyak hikmah yang bisa kita pelajari dari
binatang tersebut.
Al-Qur’an adalah mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada umat
Islam, dimana terkandung di dalamnya petunjuk dan pedoman hidup yang dapat mengantarkan
kita pada kehidupan akhirat yang penuh rahmat-Nya. Sebagai makhluk hidup yang
diberi akal, menyelami makna-makna Al-Qur’an adalah bentuk rasa syukur kita
terhadap pemberian-Nya. Banyak kisah-kisah umat terdahulu yang bisa kita ambil
pelajarannya, hingga hikmah-hikmah lain yang bisa membuat kita menjadi hamba
Allah SWT yang lebih baik lagi.
Setiap surat dan ayat dalam Al-Qur’an ialah penuh makna, bahkan
beberapa diantaranya memang dikhususkan untuk mengisahkan makhluk-makhluk
ciptaan-Nya, salah satunya yaitu QS.An-Naml. Secara bahasa, An-Naml diartikan
sebagai semut. Ustad Rahmadi membahas tiga ayat dalam Surat An-Naml yang
terkhusus menceritakan kisah tentang semut, binatang yang menjadi umat dari
Nabi Sulaiman, yaitu pada ayat 17, 18, dan 19.
Dalam QS.An-Naml ayat 17 yang berbunyi:
وَالطَّيْرِ
وَالْاِنْسِ الْجِنِّ مِنَ جُنُوْدُهٗ لِسُلَيْمٰنَ وَحُشِرَ
يُوْزَعُوْنَ فَهُمْ
Artinya: “Dan untuk Sulaiman dikumpulkan
bala tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka berbaris dengan
tertib.”
Ustadz Rahmadi menjabarkan ayat ini mencoba
menjelaskan bahwa umat dari Nabi Sulaiman bukan hanya berasal dari kalangan
manusia saja, melainkan juga beberapa makhluk ciptaan Allah SWT lain, bahkan
hingga makhluk yang berbeda alam. Tidak mengherankan apabila semut
pun turut menjadi salah satu umat Nabi Sulaiman.
Kemudian pada QS. An-Naml ayat 18:
النَّمْلُ يّٰٓاَيُّهَا
نَمْلَةٌ قَالَتْ النَّمْلِۙ وَادِ عَلٰى اَتَوْا اِذَآحَتّٰىٓ
وَهُمْ وَجُنُوْدُهٗۙ سُلَيْمٰنُ يَحْطِمَنَّكُمْ
لَا مَسٰكِنَكُمْۚ ادْخُلُوْا
يَشْعُرُوْنَ لَا
Artinya: “Hingga ketika mereka sampai di
lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam
sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadari.”
Ayat 18 ini menjelaskan suatu peristiwa ketika
Nabi Sulaiman bersama rombongannya sedang melakukan perjalanan, hingga ketika
tiba di sebuah sarang semut, ia mendengar salah satu semut berseru pada
kawanannya agar menghindar dan masuk ke sarang agar mereka tidak terinjak,
karena bisa saja rombongan Nabi Sulaiman tidak mengetahui keberadaan
semut-semut itu disana.
“Kalo kita tahu disitu ada bahaya, kamu harus
memberitahu juga disitu ada bahaya kepada orang lain,” ungkap Ustadz Rahmadi.
Agama Islam adalah agama dakwah, yakni agama yang
tidak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk memberikan kebaikan kepada
sesama. Kisah semut yang diceritakan pada QS. An-Naml ayat 18 tersebut
menunjukkan bahwa ketika satu semut mengetahui bahwa akan ada bahaya yang mengancam,
ia dengan segera memberitahukan hal tersebut kepada kawanannya agar semua semut
bisa selamat dari injakkan manusia-manusia yang tidak sengaja melintas melewati
sarangnya.
“Cabang iman, salah satunya menyingkirkan sesuatu
yang berbahaya di jalan, supaya orang lain tidak celaka. Jika sesuatu tersebut
tidak bisa dipindahkan, maka setidaknya beritahukan kepada yang lain,”
tambahnya.
Semut berpikir apabila mereka terinjak pun,
pastilah itu terjadi karena sebuah ketidaksengajaan dan ketidaktahuan rombongan
Nabi Sulaiman sebab tubuh semut yang kecil. Ustadz Rahmadi menjelaskan pada
bagian ini menunjukkan bahwa semut mengajarkan untuk senantiasa berprasangka
baik/positif/husnudzon terhadap sesama.
Lalu, pada QS. An-Naml ayat 19:
رَاَشْكُ اَنْ
اَوْزِعْنِيْٓ رَبِّ وَقَالَ قَوْلِهَا مِّنْ ضَاحِكًا فَتَبَسَّمَ
اَعْمَلَ وَاَنْ وَالِدَيَّ وَعَلٰى عَلَيَّ
اَنْعَمْتَ الَّتِيْٓ نِعْمَتَك
عِبَادِكَ فِيْ بِرَحْمَتِكَ
وَاَدْخِلْنِيْ تَرْضٰىهُ صَالِحًا
الصّٰلِحِيْنَ
Artinya: “Maka dia (Sulaiman) tersenyum
lalu tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya
Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah
Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku
mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu
ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”
Dari beberapa tafsir yang menjelaskan kandungan dari QS. An-Naml
ayat 19, ketika Nabi Sulaiman mendengar perkataan semut tersebut, ia berdoa
kepada Allah SWT dengan mengucapkan rasa syukur atas segala nikmat yang
diberikan-Nya (memahami bahasa hewan) dan meminta kepada-Nya agar diberikan
kebahagiaan yang abadi di akhirat nanti. Ini adalah hal yang patut dicontoh
dari sikap Nabi Sulaiman, yakni berdoa dan bersyukur setiap mendapatkan nikmat
Allah SWT dan tidak bersikap mengingkari nikmat-Nya.
Melalui QS. An-Naml ini kita bisa belajar beberapa hal dari hewan
sekecil semut, diantaranya senantiasa menyebarkan kebaikan kepada sesama, tidak
mudah suudzon atau berburuk sangka atas sikap atau perilaku orang lain, dan
meniru sikap Nabi Sulaiman yang senantiasa bersyukur atas segala nikmat-Nya.
Hal-hal seperti inilah yang perlu kita terapkan dalam kehidupan kita.
Pada dasarnya Al-Qur’an selalu bisa dijadikan sebagai ibrah bagi
mereka yang mau membaca dan mempelajarinya, kita bisa mendapatkan banyak
pelajaran dari kisah-kisah
yang tertulis dalam Al-Qur’an, salah satunya kisah semut dalam QS. An-Naml ini. Untuk menyadarkan
diri kita agar senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Semoga Allah SWT selalu
membimbing kita untuk mau dan bisa memahami, serta mengamalkan hikmah dari
Al-Qur’an.
Aamiin.
Artikel ditulis oleh Ayuni Rizkiyah